Jenis Khat

Kaligrafi merupakan seni menulis indah. Kata ini berasal dari Yunani, kallos berarti indah; graphia artinya tulisan; yang berarti kaligrafi adalah seni menulis indah dengan pena sebagai hiasan. Seni ini diciptakan dan dikembangkan oleh kaum Muslim sejak kedatangan Islam. Tulisan indah arab ini sering disebut juga dengan "Khat", sebuah kata dalam bahasa Arab yang berarti tulisan atau garis.
Sebagai bahasa yang memiliki karakter huruf yang lentur dan artistik, huruf Arab menjadi bahan yang sangat kaya di dalam penulisan kaligrafi. Kedatangan Nabi Muhammmad SAW dengan kitab suci Al-Qur'an telah membawa perubahan bagi penyempurnaan huruf Arab. Meskipun Nabi Muhammad adalah seorang Nabi yang "Ummi" (tidak bisa baca tulis), tetapi ia sangat menekankan betapa pentingnya kaum Muslim untuk belajar membaca dan menulis.
Pada masa periode berikutnya, yaitu zaman pemerintahan Khulafaurrasyidin (632-661 M), kemudian zaman Bani Umayyah (661-750 M), sampai zaman keemasan kebudayaan Islam pada pemerintahan Daulah Abbasiyah (750-861 M), khat (kaligrafi) Islam semakin memenuhi syarat untuk menuliskan firman-firman Allah SWT, bukan karena bentuknya yang semakin sempurna, tetapi lebih dari itu nilai keindahannya yang semakin tinggi. Keindahan irama (ritme) bahasa yang penuh pesona pada Al-Qur'an agaknya diusahakan tercermin pada kehalusan rasa para khattat (penulis huruf Arab) sehingga muncul bentuk-bentuk huruf Naskhi yang jelas dan manis, yang sesuai dengan karakternya, yakni Sulusi yang anggun, Riq'ah yang ekspresif, Diwani yang terbelit, Farisi yang berirama seolah-olah hendak roboh ke kanan, dan bentuk-bentuk yang lain. 
Setelah Islam masuk ke Indonesia, dengan sendirinya Al-Qur'an juga menjadi bacaan utama kaum muslimin. Putera-puteri di kawasan Nusantara juga belajar baca Al-Qur'an sarat dengan khat Arab. Kitab-kitab Agama, cerita-cerita kepahlawanan serta hikayat dan dongeng juga ditulis dalam huruf Arab. Khat kitab-kitab berbahasa Melayu di Jawa disebut huruf Arab Melayu. Sedangkan di kalangan orang Melayu, Malaysia dan Brunei huruf Arab disebut huruf Jawi. Dari naskah-naskah tua, baik tersimpan di beberapa museum maupun yang masih berada di tengah masyarakat ada bentuk-bentuk tertentu dan variasi Naskhinya sangat kuat. Ada bentuk yang kaku namun artistik, dan ada pula yang meliut dengan lentur. Selain itu huruf Arab digunakan sebagai hiasan masjid, hiasan batu nisan, dan sebagainya.

KHAT NASKHI
Gaya tulisan ini sering digunakan untuk urusan administrasi perkantoran dan surat-menyurat di zaman kekuasaan Islam. Pada abad ke-3 dan ke-4 hijriyah, pola Naskhi bertambah indah berkat modifikasi yang dilakukan Ibnu Muqlah (272-328H). Para ahli sejarah beranggapan bahwa Ibnu Muqlahlah peletak dasar-dasar khat Naskhi dalam bentuknya di zaman Bani Abbas.


Naskhi Adalah tulisan yang sangat lentur dengan banyak putaran dan hanya memiliki sedikit sudut yang tajam seperti sudut-sudut Kufi. Jenis huruf ini sekarang banyak di pakai pada penerbitan untuk mencetak buku, koran, dan majalah bahkan meluas menjadi huruf-huruf komputer. Gaya tulisan ini lebih mudah dibaca terutama untuk pemula

KHAT TSULUS
Dinamakan khat Tsulus karena ditulis dengan kalam atau pulpen yang ujung penanya dipotong dengan ukuran sepertiga (tsulus) goresan kalam. Ada pula yang menamakannya "Khat Arab" karena gaya ini merupakan sumber pokok aneka ragam kaligrafi Arab yang banyak jumlahnya sesudah khat Kufi.


Khat Tsulus banyak digunakan untuk dekorasi dinding dan aneka media karena kelenturannya, dianggap paling sulit dibandingkan gaya-gaya lain, baik dari sudut kaedah maupun proses penyusunannya yang menuntut harmoni.

KHAT DIWANI
Diwani adalah salah satu gaya khat yang diciptakan oleh masyarakat Turki Usmani. Peletak dasar-dasar kaedah dan ukuran huruf-hurufnya adalah Ibrahim Munif. Tulisan ini mulai populer setelah penaklukan kota Konstantinopel oleh Sultan Usmani Muhammad al-Fatih tahun 875 H.

Penamaannya dengan Diwani adalah nisbah kepada kantor-kantor (diwan) pemerintah di mana tulisan tersebut digunakan dan dari dewan-dewan pemerintahan itulah khat ini menyebar ke seleruh kalangan masyarakat.
Awalnya Diwani di kreasikan untuk menyalin berbagai ketetapan, dokumen, dan buku-buku resmi negara. Di zaman modern, gaya kaligrafi ini digunakan untuk menulis sertifikat lalu berfungsi sebagai alat dekorasi.
Karakter Dikenal dengan putarannya sehingga tidak satu pun huruf yang tak memiliki kelengkungan. Goresannya yang lentur dan lembut memudahkan Diwani beradaptasi dengan tulisan apapun. Hal ini pula yang memudahkan para kaligrafer menulis dengan Diwani.

KHAT FARISI
Seni telah bersentuhan dengan jiwab bangsa iran semenjak dahulu kala sebagai warisan nenek motang mereka bangsa Saman yang sebelum Islam menulis dengan khat Pahlevi. Gaya kaligrafi ini merupakan nisbah ke Pahle, suatu kawasan antara Hamadan, Isfahan, dan Azerbajian.


Saat Islam menaklukkan negeri Parsia, masyarakat Iranpun memeluk Islam sebagai agama baru mereka. Melalui pergaulan dengan masyarakat Arab Muslim, orang-orang Iran mengganti tulisan Pahlevi dengan tulisan Arab yang kemudian mereka namakan khat Ta'liq. Pada Nasta'liq dan Syikasteh. Terutama dua tulisan pertama, kerap disebut Farisi saja mengingat asal-usulnya dari Persia.

KHAT RAYHANI
Rayhani merupakan cabang dari khat jenis Tsulus. Tulisan ini juga sering digunakan untuk dekorasi dinding atau media-media berukuran besar. 


Pencipta gaya ini adalah kaligrafer besar Ali bin Hilal atau Ibnu Bawab, namun berhubungan erat dengan Ali ibn al-Ubaydah al-Rayhan (w 834 H), dari siapa nama tersebut diambil. Sumber lain mengasosiakan Rayhani dengan kata Rayhan yang berarti harum semerbak karena keindahan dan popularitasnya.

KHAT RIQ'I
Riq'ah atau Riq'i adalah salah satu gaya khat ciptaan masyarakat Turki Usmani. Muhammad Tahir Kurdi menyebutkan, bahwa penggagas dan peletak dasar-dasar kaidah khat Riq'ah adalah Mumtaz Bek, seorang konsultan di zaman Sultan Abdul Majid Khan sekitar tahun 1280 M. Posisi khat Riq'ah berada di antara khat Diwani dan khat Siyaqat, di mana Mumtaz Bek sangat masyhur dengan keahliannya di bidang Diwani seperti kaligrafer selain dirinya.


Penciptanya menamakannya Riq'ah yang artinya menurut kamus bahasa ialah "potongan daun untuk menulis", dan tidak ada hubungannya dengan khat Riqa' Kuno yang pernah digunakan diseluruh Kantor Administrasi Surat-menyurat Negara.
Spesifikasi khat Riq'ah terdapat pada huruf-hurufnya yang pendek dan bisa ditulis cepat daripada khat Naskhi, karena kesederhanaannya dan tidak memiliki struktur yang rumit. Karena itu di zaman modern khat Naskhi sering digunakan untuk mencetak teks buku, surat kabar, dan majalah, sedangkan khat Riq'ah khusus digunakan untuk catatan tangan atau dikte. Di advertising atau untuk penulisan surat kabar, Riq'ah sering digunakan karena dapat mencakup kata-kata panjang dengan goresan-goresan yang tidak banyak makan tempat.
sumber: Zawawi Imran: Lokalitas dan Seni Kaligrafi di Indonesia, 2007